Delapan belas tahun yang lalu Tante Neneng, begitu orang-orang memanggilnya, melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Om Sam, suaminya, memberinya nama Ryan. Ketika semakin bertambah umurnya, semakin tampak bahwa ternyata Ryan adalah anak ’Idiot’. Tante Neneng sempat berfikir untuk menyerahkan Ryan ke sebuah Yayasan Sosial. Tetapi Om Sam mencegahnya. Demikian akhirnya mereka dengan berat hati Tante Neneng membesarkan Ryan.
Dua tahun berselang Tante Neneng melahirkan lagi seorang anak peremuan yang mungil dan cantik, yang diberi nama Pipit. Om Sam dan Tante Neneng sangat menyayangi Pipit. Pipit benar-benar disayang, teramat sering di ajak jalan-jalan ke Mall, membeli mainan dan baju-baju indah. Namun tidak demikian dengan Ryan. Setiap kali Om Sam memilih Baju baru untuk Ryan atau sekedar membelikan oleh-oleh sepulang mereka jalan-jalan, Tante Neneng selalu melarang dengan alasan perlu melakukan pengaturan pengeluaran keluarga dan penghematan di jaman yang sulit ini.
Saat Pipit berusia 3 tahun, dan Ryan berusia 5 tahun, Om Sam meninggal dunia karena serangan jantung. Sehingga kehidupan mereka semakin menurun saja. Sedikit demi sedikit harta penginggalan Om Sam habis dan hutang semakin menumpuk. Akhirnya Tante Neneng pindah ke sebuah rumah berdinding bambu yang mungil di pinggiran kota karena rumahnya yang lama telah dijual untuk menyambung kehidupan keluarga. Karena tidak kuat menahan desakan ekonomi akhirnya Tante Neneng mengambil keputusan (yang akan membuatnya menyesal seumur hidupnya), Tante pergi dengan Pipit meninggalkan Ryan sendiri di rumah gubuk di pinggir kota. Ya pada saat Ryan sedang tertidur, mereka berdua meninggalkannya pergi pindah ke lain kota.
Singkat cerita, Tante Neneng sudah meningkah lagi dengan seorang pengusaha sukses yang sholeh. Kehidupan Tante Neneng secara ekonomi mulai berubah lagi, namun yang lebih menggembirakan kehidupan spirutualitas Tante Neneng juga berubah ke arah yang lebih baik. Dengan dorongan dan bimbingan suami kedua, Tante Neneng benar-benar telah berubah jiwa dan raganya. Oh ya ….. Suami kedua Tante Neneng bernama Arif, dan Tante bisa memanggilnya dengan sebutan Abah.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun kehidupan Tante Neneng, Pipit dan Abah semakin tampak bahagia saja. Dan tiada lagi yang ingat sedikitpun tentang Ryan. Tetapi kala Tante Neneng bangun tengah malam untuk bermunajat dengan Yang Maha Kuasa, tiba-tiba terlintas sebuah citra kehidupannya beberapa tahun yang lalu. Ya bayangan itu tampak sangat jelas bagai sebuah film yang diputar ulang. Bayangan tentang Ryan …….., Tante Neneng dengan tidak sadar meneteskan air mata. Dan di dalam hatinya Tante Neneng berkata lirih mengucap janji, Ryan …… Ibu akan menjemputmu sayang……Ibu akan menjaga dan menyayangi Ryan sepanjang hayat masih di kandung badan.
Demikianlah semakin hari bayangan Ryan bertambah sering muncul, dan akhirnya Tante Neneng memberanikan diri menceritakan masalalunya kepada Abah suami Tante Neneng yang selama ini telah berhasil membuka hati Tante Neneng. “Abah…… pasti Abah sangat marah dan akan membenci diriku setelah tahu apa yang pernah aku lakukan” demikian Tante Neneng mengakhirnya ceritanya kepada Abah suaminya. Abah tidak berkomentar apa-apa, Abah hanya memeluk Tante Neneng dan membelai rambutnya. Tak lama kemudian Abah berbisik, “Besuk pagi kita jemput Ryan anak kita, biarkan Ryan tinggal bersama kita”. Sungguh tak bisa diceritakan bagaimana perasaan atau situasi hati Tante Neneng pada saat itu. (mungkin Teman-teman ada yang lebih bisa menggambarkan situasi saat itu ?).
Esok harinya selepas sholat Subuh, Tante Neneng dan Om Arif berangkat dengan mobil untuk menjemput Ryan. Setiba di sana, Tante minta Abah untuk menghentikan mobil di depan sebuah gubuk yang sudah rusak parah tak terawat di pinggir sawah jauh dari rumah penduduk yang lain. Lalu Tante Neneng digandeng Om Arif memasuki Gubuk tersebut, namun tidak menemukan siapa-siapa, hanya ada baju butut dan sarung, di atas tikar yang sudah robek. Tante memungut baju itu dan memeluknya, sambil meneteskan airmata.
Tiba-tiba terdengar suara wanita tua yang menegur mereka.
“hai …… Siapa kalian ? dan Mau apa kemari ?” dengan sedikit keberanian Tante Neneng pun bertanya kepada wanita tua itu.
“Mbah ….. apakah Mbah mengenal seorang anak laki-laki yang dulu pernah tinggal di sini, namanya Ryan …..”
Lalu wanita tua itu menjawab,
“Kalau Nyonya adalah Ibunya …… sungguh Nyonya teramat tega dan tidak mampu bersyukur memiliki anak seperti Ryan…., Ryan sangat menyanyangi Ibunya. Semenjak Ibunya meninggalkannya, setiap hari Ryan selalu memanggil-manggil Ibunya.” Wanita tua itu terdiam sejenak, tampak matanya berkaca-kaca.
“Saya memang orang miskin yang hidup sendirian tanpa sanak famili dan suami saya juga telah lama meninggalkan saya sendirian. Saya menyambung hidup sebagai pemulung. Sungguh Tuhan telah mengabulkan doa saya, Tuhan telah memberikan Ryan seorang anak yang tampan dan cerdas untuk saya asuh sebagai anak saya. Ryan telah belajar menulis dan menggambar meski dengan belajar sendiri di rumah, bukan pergi ke sekolah seperti anak-anak lainnya. Kami cukup hidup bahagia selama beberapa tahun ….. meskipun sering Ryan menangis sambil memanggil, Ibu ….. Ibu ……..”
“Ryan belajar menulis selama bertahun-tahun hanya untuk bisa menulis ini untuk Nyonya ……”. Wanita tua itu berkata lirih sambil menyodorkan selembar kertas, Tante Neneng meraihnya dan membuka lipatan kertas tersebut.
“Ibu ……. Mengapa Ibu tidak pernah kembali ke rumah lagi ? Ryan nakal sama Ibu ya ? sehingga Ibu marah sama Ryan ? Baiklah Ibu …. Ibu pulang ya…. Biar Ryan yang pergi saja dari rumah, tapi Ibu harus berjanji untuk memaafkan Ryan. Bye Ibu ….. Ryan kangen dan sayang Ibu ….”
Tante Neneng sempat histeris dan jatuh pingsan selepas membaca tulisan itu. Sesaat sadar dan masih dalam pelukan Om Arif, dengan tubuh bergetar keras Tante Neneng kembali bertanya kepada wanita tua itu.
“Mbah tolong katakan di mana Ryan sekarang berada ? Saya akan merawat Ryan dan menyanyanginya sekarang. Saya tidak akan meninggalkan Ryan lagi ….. katakan Mbah…. Di mana Ryan sekarang berada ?”
Wanita tua itu menunjukkan gundukan tanah di belakang gubuk.
“Nyonya, Sehari sebelum nyonya datang, Ryan telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggu Nyonya ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Ibu-nya datang, Ibu-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Ibu-nya dari belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”
Cerita Inspirasi Lainnya :
Dua tahun berselang Tante Neneng melahirkan lagi seorang anak peremuan yang mungil dan cantik, yang diberi nama Pipit. Om Sam dan Tante Neneng sangat menyayangi Pipit. Pipit benar-benar disayang, teramat sering di ajak jalan-jalan ke Mall, membeli mainan dan baju-baju indah. Namun tidak demikian dengan Ryan. Setiap kali Om Sam memilih Baju baru untuk Ryan atau sekedar membelikan oleh-oleh sepulang mereka jalan-jalan, Tante Neneng selalu melarang dengan alasan perlu melakukan pengaturan pengeluaran keluarga dan penghematan di jaman yang sulit ini.
Saat Pipit berusia 3 tahun, dan Ryan berusia 5 tahun, Om Sam meninggal dunia karena serangan jantung. Sehingga kehidupan mereka semakin menurun saja. Sedikit demi sedikit harta penginggalan Om Sam habis dan hutang semakin menumpuk. Akhirnya Tante Neneng pindah ke sebuah rumah berdinding bambu yang mungil di pinggiran kota karena rumahnya yang lama telah dijual untuk menyambung kehidupan keluarga. Karena tidak kuat menahan desakan ekonomi akhirnya Tante Neneng mengambil keputusan (yang akan membuatnya menyesal seumur hidupnya), Tante pergi dengan Pipit meninggalkan Ryan sendiri di rumah gubuk di pinggir kota. Ya pada saat Ryan sedang tertidur, mereka berdua meninggalkannya pergi pindah ke lain kota.
Singkat cerita, Tante Neneng sudah meningkah lagi dengan seorang pengusaha sukses yang sholeh. Kehidupan Tante Neneng secara ekonomi mulai berubah lagi, namun yang lebih menggembirakan kehidupan spirutualitas Tante Neneng juga berubah ke arah yang lebih baik. Dengan dorongan dan bimbingan suami kedua, Tante Neneng benar-benar telah berubah jiwa dan raganya. Oh ya ….. Suami kedua Tante Neneng bernama Arif, dan Tante bisa memanggilnya dengan sebutan Abah.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun kehidupan Tante Neneng, Pipit dan Abah semakin tampak bahagia saja. Dan tiada lagi yang ingat sedikitpun tentang Ryan. Tetapi kala Tante Neneng bangun tengah malam untuk bermunajat dengan Yang Maha Kuasa, tiba-tiba terlintas sebuah citra kehidupannya beberapa tahun yang lalu. Ya bayangan itu tampak sangat jelas bagai sebuah film yang diputar ulang. Bayangan tentang Ryan …….., Tante Neneng dengan tidak sadar meneteskan air mata. Dan di dalam hatinya Tante Neneng berkata lirih mengucap janji, Ryan …… Ibu akan menjemputmu sayang……Ibu akan menjaga dan menyayangi Ryan sepanjang hayat masih di kandung badan.
Demikianlah semakin hari bayangan Ryan bertambah sering muncul, dan akhirnya Tante Neneng memberanikan diri menceritakan masalalunya kepada Abah suami Tante Neneng yang selama ini telah berhasil membuka hati Tante Neneng. “Abah…… pasti Abah sangat marah dan akan membenci diriku setelah tahu apa yang pernah aku lakukan” demikian Tante Neneng mengakhirnya ceritanya kepada Abah suaminya. Abah tidak berkomentar apa-apa, Abah hanya memeluk Tante Neneng dan membelai rambutnya. Tak lama kemudian Abah berbisik, “Besuk pagi kita jemput Ryan anak kita, biarkan Ryan tinggal bersama kita”. Sungguh tak bisa diceritakan bagaimana perasaan atau situasi hati Tante Neneng pada saat itu. (mungkin Teman-teman ada yang lebih bisa menggambarkan situasi saat itu ?).
Esok harinya selepas sholat Subuh, Tante Neneng dan Om Arif berangkat dengan mobil untuk menjemput Ryan. Setiba di sana, Tante minta Abah untuk menghentikan mobil di depan sebuah gubuk yang sudah rusak parah tak terawat di pinggir sawah jauh dari rumah penduduk yang lain. Lalu Tante Neneng digandeng Om Arif memasuki Gubuk tersebut, namun tidak menemukan siapa-siapa, hanya ada baju butut dan sarung, di atas tikar yang sudah robek. Tante memungut baju itu dan memeluknya, sambil meneteskan airmata.
Tiba-tiba terdengar suara wanita tua yang menegur mereka.
“hai …… Siapa kalian ? dan Mau apa kemari ?” dengan sedikit keberanian Tante Neneng pun bertanya kepada wanita tua itu.
“Mbah ….. apakah Mbah mengenal seorang anak laki-laki yang dulu pernah tinggal di sini, namanya Ryan …..”
Lalu wanita tua itu menjawab,
“Kalau Nyonya adalah Ibunya …… sungguh Nyonya teramat tega dan tidak mampu bersyukur memiliki anak seperti Ryan…., Ryan sangat menyanyangi Ibunya. Semenjak Ibunya meninggalkannya, setiap hari Ryan selalu memanggil-manggil Ibunya.” Wanita tua itu terdiam sejenak, tampak matanya berkaca-kaca.
“Saya memang orang miskin yang hidup sendirian tanpa sanak famili dan suami saya juga telah lama meninggalkan saya sendirian. Saya menyambung hidup sebagai pemulung. Sungguh Tuhan telah mengabulkan doa saya, Tuhan telah memberikan Ryan seorang anak yang tampan dan cerdas untuk saya asuh sebagai anak saya. Ryan telah belajar menulis dan menggambar meski dengan belajar sendiri di rumah, bukan pergi ke sekolah seperti anak-anak lainnya. Kami cukup hidup bahagia selama beberapa tahun ….. meskipun sering Ryan menangis sambil memanggil, Ibu ….. Ibu ……..”
“Ryan belajar menulis selama bertahun-tahun hanya untuk bisa menulis ini untuk Nyonya ……”. Wanita tua itu berkata lirih sambil menyodorkan selembar kertas, Tante Neneng meraihnya dan membuka lipatan kertas tersebut.
“Ibu ……. Mengapa Ibu tidak pernah kembali ke rumah lagi ? Ryan nakal sama Ibu ya ? sehingga Ibu marah sama Ryan ? Baiklah Ibu …. Ibu pulang ya…. Biar Ryan yang pergi saja dari rumah, tapi Ibu harus berjanji untuk memaafkan Ryan. Bye Ibu ….. Ryan kangen dan sayang Ibu ….”
Tante Neneng sempat histeris dan jatuh pingsan selepas membaca tulisan itu. Sesaat sadar dan masih dalam pelukan Om Arif, dengan tubuh bergetar keras Tante Neneng kembali bertanya kepada wanita tua itu.
“Mbah tolong katakan di mana Ryan sekarang berada ? Saya akan merawat Ryan dan menyanyanginya sekarang. Saya tidak akan meninggalkan Ryan lagi ….. katakan Mbah…. Di mana Ryan sekarang berada ?”
Wanita tua itu menunjukkan gundukan tanah di belakang gubuk.
“Nyonya, Sehari sebelum nyonya datang, Ryan telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggu Nyonya ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Ibu-nya datang, Ibu-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Ibu-nya dari belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”
Semoga bermanfaat.
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi : http://cerminrefleksi.blogspot.com/
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Cerita Inspirasi Lainnya :
- Liburan Sang Anak
- Maybe No.... Maybe Yes.....
- Sang Waiterboy
- Apa yang Kita Cari Selama ini ?
- Sudut Pandang (Persepsi)
- Sebar Kebaikan Raih Kemenangan
- Tergantung Bagaimana Kita men"sikapi"nya
- Rumah Berdinding Emas
- Keikhlasan dan Kepercayaan
- Harga Sebuah Keajaiban Rp. 99.000,-
- Cinta Suami Kepada Istri
- Kisah Cinta Sejati Suami Istri
- Sariku Sayang..... SAriku Malang....
- Nuraini si Malaikat Kecil
- Tanteku yang cantik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar