Suatu malam, kami berkumpul dengan beberapa teman di Angkringan (sego kucing) untuk sekedar ngobrol ngalor ngidul. Kadang banyak hal yang kita dapatkan dari hasil ngobrol ngalor ngidul tersebut, dan semua tegantung kepandaian kita untuk memilah dan mengambil intisari dari obrolan yang kadang tampak sekedar buang-buang waktu saja.
Kemudian salah seorang teman mengeluh karena sepeda onthel satu-satunya yang dimiliki baru saja hilang dicuri orang. Sepeda onthel tersebut adalah alat transportasi satu-satunya yang dia miliki untuk menopang kehidupannya. Ya dia seorang pengrajin Tempe kedeleai kecil-kecilan yang semuanya dikerjakan sendiri hanya dibantu oleh satu-satunya anak laki-laki yang juga masih duduk dibangku SMA. Sepeda itu setiap hari dia pergunakan untuk mengantar hasil produksinya ke Pasar.
“Ini adalah penderitaan hidup saya yang paling dahsyat. Bayangkan satu-satunya sepeda untuk menopang kehidupan aku telah hilang dicuri orang. Kini kegiatan aku terhambat, aku harus berjalan kaki untuk mengantar tempe ke Pasar. Sungguh Tuhan keterlaluan memberikan ujian ini kepadaku. Benar gak teman ?” Demikian keluhan itu disampaikan kepada saya dan tentu saja masih ditambahi beberapa kalimat keluhan lain berkenaan dengan hilangnya sepeda itu. Dan pada saat itu saya menjawab secara spontan atas pertanyaan terakhir dari temanku yang sedang banyak keluhan. “Benar gak teman ?” saya menjawab “Maybe No... Maybe Yes...” Lalu teman saya menjawab dengan sedikit emosi, “Bagaimana kamu bisa mengatakan demikian ? sudah gila kamu ya ? inilah musibah terburuk dalam kehidupan aku.” dan saya hanya tersenyum saja.
Beberapa hari kemudian kami berkumpul lagi di tempat yang sama. Kali ini teman saya yang kemarin kehilangan sepeda tampak senyum-senyum ceria. Ya dia kelihatan sekali bahagia. Sambil menepuk bahu kanan saya dia berkata, “Ah .. temen ternyata Kamu benar, kehilangan sepeda kemaren bukanlah musibah terburuk dalam hidupku, namun peristiwa dengan hikmah yang tersembunyi” dan dia tetap dengan senyuman bahagianya. “Apa yang terjadi ?” Saya bertanya. “Tenyata kehilangan sepeda kemaren membawa keberuntungan bagi saya, saya mendapat hadiah sepeda motor dari Undian Tabungan saya di sebuah BPR (Bank Pekreditan Rakyat). Dan kurasa inilah karunia Tuhan yang terbesar yang aku terima.” Jawab teman saya dengan penuh rasa gemnbira dan bangga. Dengan nada datar saya menjawab, “Maybe No .... Maybe Yes.... “. Dan seperti juga kemaren Dia mengatakan bahwa saya ini gila. “Kamu memang bener-bener gila, tidak bisa mensyukuri nikmat Tuhan, Sekarang aku bisa mnegembangkan usaha dengan menjual ke Pasar lain dengan adanya Sepeda Motor ini... ya jarak sepertinya bukan masalah lagi”. Teman saya pulang dengan wajah kecewa atas jawaban saya tersebut.
Selang beberapa hari kami betemu lagi. Kali ini dia tampak agak muram, mulanya saya mengira dia masih marah dengan respon yang saya berikan tempo hari. Sambil menghisap rokok dan minum Teh Jahe, yang aku perhatikan dia tidak bisa menikmatinya, dia berkata dengan lirih. “Bagaimana kamu bisa tahu .... kalau saya mendapat undian sepeda motor bukanlah hal terbaik bagi saya ?”. “Maaf bukan maksudku seperti itu.... bukan aku tidak bergembira dengan apa yang kamu dapatkan.” jawab saya. “Tapi kamu benar .... Anak saya kecelakaan dengan sepeda motor yang aku dapat kemaren, tidak parah sih hanya patah tulang saja. Tapi kini produksi Tempe saya menurun lagi karena anak saya tidak bisa membantu..... kenapa hal ini terjadi ? ini adalah nasib terburuk yang saya alami.”. Dan sekali lagi saya memberikan jawaban yang sama. “Maybe No.... Maybe Yes......” Dengan tergesa dia bangkit membayar jajannya lalu pulang tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tampaknya dia benar-benar marah kali ini atas jawaban saya.
Namun hanya selang tiga hari, teman saya datang ke rumah. Aku sedikit agak heran juga, tidak biasanya dia datang ke rumah. Kami selalu bertemu dan ngobrol di Angkringan. Dia langsung menyalami saya dan meminta maaf. “Maaf atas sikap saya kemaren dan sekali lagi kamu memang benar. Karena patah tulang, anak saya tidak bisa mengikuti study tour yang diadakan sekolahannya. Dan musibah terjadi, satu bis yang mengantar study tour masuk jurang, terbakar dan semua penumpang di dalamnya meninggal dunia. Mungkin saja seandainya anakku ikut dia akan naik bis yang mengalami musibah tesebut. Sungguh beruntung anakku, tenyata dia masih dilindungi Tuhan.”. Lalu tiba-tiba temen saya dengan menjulurkan tangan ke depan dan sedikit berteriak dia bekata. “Ah sudah .... kamu jangan mengatakan sesuatu. Saya mengucapkan terima kasih dan mohon pamit saja.” Saya hanya bisa tesenyum dan dalam hati berkata “Maybe No ...Maybe Yes...”.
Apa yang dapat kita ambil dari cerita di atas ? Suatu ‘Kebenaran’ adalah kita tidak tahu apa yang telah terjadi atau apa yang akan tejadi. Kita hanya berpikir bahwa kita tahu. Dan teramat sering kita membesar-besarkan sesuatu. Kita terlalu sering membesar-besarkan (mendramatisir) skenario kehidupan yang ada di kepala kita, mengenai semua hal buruk yang telah dan akan terjadi. Dan ternyata kita banyak salahnya. Kalau kita tetap tenang dan tebuka dengan segala kemungkinan yang akan tejadi, maka pecayalah akhirnya semuanya akan baik-baik saja. Tapi ingat ...... Maybe No ..... Maybe Yes ...... he he he ...
Semoga Bermanfaat.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi : http://cerminrefleksi.blogspot.com/
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Cerita Inspirasi Lainnya :
- Liburan Sang Anak
- Sang Waiterboy
- Apa yang Kita Cari Selama ini ?
- Sudut Pandang (Persepsi)
- Sebar Kebaikan Raih Kemenangan
- Tergantung Bagaimana Kita men"sikapi"nya
- Rumah Berdinding Emas
- Keikhlasan dan Kepercayaan
- Tanteku Yang Cantik
- Harga Sebuah Keajaiban Rp. 99.000,-
- Cinta Suami Kepada Istri
- Kisah Cinta Sejati Suami Istri
- Sariku Sayang..... SAriku Malang....
- Nuraini si Malaikat Kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar