Saya sudah lupa cerita ini saya dapat dari mana ? dari siapa ? dari buku apa ? dari web-nya siapa ? atau di seminar apa ? sungguh saya lupa sama sekali, sehingga saya tidak dapat menyebut sumbernya. Bahkan mungkin cerita ini sudah sedikit berubah tidak seperti aslinya, namun yang saya ingin sampaikan adalah sesuatu dibalik cerita ini yang dapat kita jadikan bahan perenungan.
Pada hari libur sekolah seorang Ayah
yang sangat menyanyangi anaknya mengajak liburan dengan mengunjungi suatu perkampungan miskin yang berada di tepi sebuah danau. Sang Ayah ingin mengajar anaknya bagaimana mensyukuri kekayaan melimpah yang sudah dimiliki. Beliau ingin menunjukkan kepada anaknya bahwa semua harta benda melimpah yang dimiliki merupakan hasil kerja keras Ayah yang wajib disyukuri. Beliau ingin menunjukan kepada Anaknya betapa banyak orang yang hidup dalam kemiskinan.Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.
‘Bagaimana liburan kali ini?’
‘Wah, sangat luar biasa Ayah’
‘Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin’ kata ayahnya.
‘Oh iya ????’ kata anaknya
‘Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?’ tanya ayahnya.
Kemudian Si Anak menjawab.
‘Saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.‘
‘Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak nampak batasnya.’
'Kita memiliki lentera-lentera di taman yang kita beli dari Hongkong dan mereka memiliki bintang-bintang yang indah di atas langit.’
‘Kita memiliki pemandangan indah dari teras sampai ke pintu gerbang depan, dan mereka memiliki cakrawala sampai sejauh mata memandang.’
‘Kita memiliki halaman yang sangat luas untuk berkebun dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.’
‘Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka ? antar tetangga semua saling melayani sesamanya.’
‘Setiap minggu kita ke Supermarket, kita membeli untuk makanan kita, mereka tak perlu membeli karena mereka menumbuhkannya sendiri.’
‘Kita membangun pagar tembok megah, kuat dan tinggi untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.’
Kemudian sang anak menambahkan ‘Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.’
Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang (persepsi) seseorang. Membuat kita bertanya ‘Nikmat Tuhan yang manakah yang bisa kita dustakan ?’, ‘Sudah kan kita menjadi orang yang bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.’
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Cerita Inspirasi Lainnya :
- Maybe No.... Maybe Yes.....
- Sang Waiterboy
- Apa yang Kita Cari Selama ini ?
- Sudut Pandang (Persepsi)
- Sebar Kebaikan Raih Kemenangan
- Tergantung Bagaimana Kita men"sikapi"nya
- Rumah Berdinding Emas
- Keikhlasan dan Kepercayaan
- Tanteku Yang Cantik
- Harga Sebuah Keajaiban Rp. 99.000,-
- Cinta Suami Kepada Istri
- Kisah Cinta Sejati Suami Istri
- Sariku Sayang..... SAriku Malang....
- Nuraini si Malaikat Kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar