Sebelum kita bahas mengenai syukur lebih jauh, marilah kita tinjau terlebih dahulu apa sih arti kata syukur sebenarnya ?.
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
1. Rasa terima kasih kepada Allah, dan
2. Untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).
Arti syukur di atas adalah arti dari tinjauan kebahasaan. Banyak arti dari kata syukur yang di definisikan oleh para pakar, mereka mendefinisikan menurut sudut pandang disiplin ilmu masing-masing. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata syukur tersebut yaitu,
- Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan yg sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
- Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
- Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
- Pernikahan, atau alat kelamin.
Makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata "syukur" mengisyaratkan "Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur."
Sedangkan Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata "syukur" mengandung arti "gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan."
Kata syukur berasal dari bahasa arab Syakaro-yasykuru-syukron yang artinya adalah “membuka” dan lawan katanya adalah Kufur yang berasal dari kata Kafaro-yakfuru-kufron yang artinya “menutup”. Dalam kontek tersebut, kata syukur dapat diartikan sebagai hati yang terbuka karena menyadari nikmat Allah yang telah diterimanya. Sebaliknya mereka yang mengingkari nikmat Allah (menutup-nutupi nikmat yang telah diterima) dikatakan sebagai Kufur.
Demikianlah arti atau makna syukur sangat beragam sesuai dengan sudut pandang atau tinjauan pembahasan. Namun bagi kita (terutama saya) sebagai orang awam syukur sangatlah sering di artikan sebagai suatu ungkapan atau ekspresi rasa dan perasaan sebagai tanda terimakasih, karena kita telah menerima kenikmatan (sesuatu) dari Tuhan YME meskipun melalui perantara seseorang.
Kita sering mendatangi undangan/acara syukuran dengan bentuk yang bermacam-macam meskipun lebih sering dalam bentuk sebuah pesta makan, dibalut dalam nama pengajian ataupun kebaktian. Padahal kalau kita mengacu Firman Allah SWT di atas dan di ayat-ayat lainnya. Bahwa syukur adalah prasyarat utama agar Allah memberikan (menambah) kenikmatan/anugrah yang lebih dari yang sudah diberikan.
Sebelum kita memiliki keinginan, yaitu sesaat kita terlahir bahkan sebelum kita terlahir kita telah diberi nikmat yang luar biasa oleh Allah. Nah pada saat kita telah memiliki keinginan-keinginan dan kita sering berdo’a untuk memohon kepadaNya, itu artinya kita mohon tambahan nikmat. Maka agar supaya do’a kita terkabul dan tambahan nikmat tersebut di anugrahkan Allah kepada kita, syukur merupakan syarat mutlak yang harus kita penuhi. Jadi dalam segala hal, berdoalah dan ajukanlah permintaanmu kepada Allah. Apa yang kalian perlukan, beritahukanlah itu selalu kepada Allah dengan mengucap syukur.
Dari kedua Firman Tuhan di atas, kita jadi menyadarinya bahwa selama ini mindset/pola pikir kita sudah terbalik. Kita bersyukur setelah menerima anugrah. Padahal sangat jelas dan terang benderang (istilahnya SBY) Agar kita dapat menerima Anugrah, kita harus bersyukur. Jadi perlu kita merubah mindset dari ‘menerima lalu bersyukur’ menjadi ‘bersyukur agar dapat menerima (diberi/dikabulkan)’.
Kadang kita sering meragukan janji Tuhan kepada kita dan lebih yakin dan percaya janji manusia. Dengan derajat yang berbeda kita sering meragukan firman Tuhan, “Berdo’alah kepadaKu maka akan Ku kabulkan”, “Ketuklah pintu,maka akan Aku bukakan. Mintalah, maka akan Ku beri”. Teramat sering kita tidak percaya kepada janji Tuhan tersebut, atau paling sedikit kita meragukannya. Ah …. Nyatanya saya telah sholat malam dan berdo’a toh hidupku ya begini-begini aja. Aku sudah laksanakan Novena 3x Salam Maria tapi mana nyatanya ?
Pernah saya berbincang-bincang dengan sahabat lama yang sudah sukses hidup di Jakarta, yang kebetulan lagi berlibur ke Jogja. Kami sempat ngobrol ngalor-ngidul sampai akhirnya saya bertanya, kapan dia pulang ke Jakarta ? besuk pagi, penerbangan pertama katanya. Lalu saya bertanya sudah dapat tiket ? saya bertanya karena kebetulan saat itu sedang liburan sekolah yang pasti transportasi umum sangat berjejal. Dengan tersenyum penuh keyakinan sahabat saya menjawab, “ah … aku bersyukur ada teman yang kerja di Garuda dan dia telah janjikan tiket untuk besuk, besuk sebelum berangkat saya tinggal ambil saja gak perlu kawatir.”
Betapa yakin sahabat saya ini (sampai bersyukur) dengan janji temannya yang bekerja di Garuda, meskipun belum tentu atau ada kemungkinan juga besuk pagi gak dapat tiket. Tetapi diungkapkan keyakinan itu dengan rasa syukur dan emosi bahagia yang sangat intens. Ini janji manusia lho !!!!. Seharusnya terhadap janji Tuhan kita bisa dong lebih yakin dan bersyukur dari pada itu (???).
Semoga bermanfaat.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi : http://cerminrefleksi.blogspot.com/
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Artikel Terkait :
- Kekuatan Syukur
- Kenapa Kita Harus Bersyukur (?)
- Tingkatan Syukur
- Takdir Tuhan Bag. 1
- Takdir Tuhan Bag. 2
- Takdir Tuhan Bag. 3
- Takdir Tuhan Bag. 4
- Takdir Tuhan Bag. 5
- Takdir Tuhan Bag. 6
- Apakah QOLBU itu ? Hati, Jantung atau Otak ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar