Takdir Tuhan [ bag. 2 ]

Sedangkan qadar dan miqdar. Keduanya berasal dari akar kata yang sama yakni (قدر) qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran).,yang berarti batas, inti, atau akhir dari sesuatu.

Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”


Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha (kepastian/ketetapan) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara.

Sedangkan menurut terminologis qadar adalah batas maksimal dari segala sesuatu. Qadar merupakan ketetapan Allah terhadap segala sesuatu, sesuai dengan batas maksimal dan akhir yang dia kehendaki. Dari kata qadar muncul istilah qudratullah yaitu kemampuan Allah dalam merealisasikan segala sesuatu yang Allah kehendaki dalam kualitas dan kuantitasnya. Sebagaimana firman-Nya;

إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِير

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Baqarah : 148)

فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِندَ مَلِيكٍ مُّقْتَدِرٍ

di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa. (QS Al-Qamar:55)

Al-Qadar dalam konsepsi ayat-ayat Al-Qur'an adalah wujud segala sesuatu dengan kuantitas sekaligus kualitas yang ada diluar kesadaran manusia dimana kuantitas dan kualitas tidak bisa dipisahkan dari yang lainnya dalam wujud objektif dan juga pada substansi dan batas maksimalnya yang merupakan transfigurasi (perubahan dalam proses kejadian ) dan evolusi. Pada ayat berikut, kita bisa melihat , bahwa qadar yang padanya ada kualitas dan kuantitas dan padanya pula terdapat fungsi-fungsi dari segala sesuatu;

سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (Al-‘Alaa :1-3)

Disini dapat kita perhatikan bahwa ada keterkaitan antara "yang menentukan qadar" dengan "memberi petunjuk". Ini artinya bahwa wujud secara kuantitas dan kualitas kedua-duanya menyebabkan "petunjuk" kepada sesuatu untuk menjalankan fungsinya. Oleh sebab itulah digunakan "yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk" secara lepas dan tidak ada hubungan dengan perilaku sadar manusia.

Mengenai hubungan antara takdir dan kehendak bebas manusia ada beberapa pendapat yang berbeda. Masing-masing mempunyai tafsir tersendiri atas ayat-ayat yang membahas mengenai takdir. Ada 3 (tiga) mazhab mengenai takdir ini yang memiliki perbedaan mencolok.

  1. Mazhab Qadariyah, pandangan kaum Qadariyah terhadap takdir sangat ekstrim, mereka menyatakan bahwa Manusia memiliki kehendak bebas atas apa yang mereka usahakan, mereka lakukan dan yang mereka dapatkan. Dalam hal ini tiada sedikitpun campur tangan Allah. Mereka mendasarkan pada QS Ar-Ra’ad ayat 11 yang menyatakan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
  2. Mazhab Jabariyah, kaum Jabariyah menentang pendapat kaum Qadariyah secara ekstrim pula, mereka berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali. Semua sudah diatur oleh Allah termasuk di dalamnya kehendak manusia itu sendiri sudah ditentukan oleh Allah sebelumnya. Yang ekstrim lagi mereka berpendapat bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia pun merupakan kehendak Allah (takdir Allah). Mazhab ini mendasarkan pada QS Ash-Shaffat ayat 96 yang menyatakan bahwa, “Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.”
  3. Mazhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah, mazhab ini mempunyai pendapat yang moderat yaitu, berada ditengah-tengah antara Qadariyah dan Jabariyah. Mereka mempercayai adanya takdir yang sudah ditentukan oleh Allah, tetapi mereka juga percaya bahwa manusia diberi pula kewenangan terbatas untuk menentukan nasibnya sendiri. Ahlus Sunnah mengakui takdir dengan empat tingkatannya: ilmu, kitabah (penulisan), masyi-ah (kehendak/keinginan), dan khalqu (penciptaan). Mereka juga membedakan antara Iradah Kauniyah yang disebut masyi-ah (keinginan) dengan Iradah Syar'iyah yaitu taklif (beban hukum syari'at) yang di antara tuntutannya adalah kecintaan. Mereka berkata, "terkadang terjadi dalam kekuasaan Allah sesuatu yang tidak diinginkan oleh-Nya secara syar'i dan tidak diridlai-Nya, seperti kufur, syirik, dan seluruh bentuk dosa; namun sesuatu yang tidak diinginkan-Nya secara kauni tidak akan pernah terjadi."
Meskipun di antar mereka saling mengklaim mereka yang benar, bahkan kadang secara berlebihan mereka menganggap aliran sesat kepada yang tidak sependapat dengan mazhab yang dianutnya, saya tidak berani mengatakan mazhab mana yang benar dan mazhab mana yang salah apalagi sesat. Namun jika dihadapan saya terbentang banyak pilihan, maka saya akan menggunakan prinsip bahwa sebaik-baiknya perkara adalah yang ada di tengah-tengah. Atau seperti kata Feti Vera, yang sedang-sedang saja.

Kajian Qadariyah mula-mula terdapat dalam salah satu bagian dari kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700 M. Namun Qadariyah baru melembaga setelah dikembangkan beberapa tahun kemudian oleh Ma’bad al-Juhani salah satu dari beberapa murid Hasan al-Basri dan juga oleh Ghailan ad-Dimasyqi. Sedangkan Jabariyah muncul sekitar tahun 745 M sebagai sanggahan terhadap kaum Qadariyah, mula-mula dicetuskan oleh Jahm ibn Safwan, lahir di kota Samarkand, Khurasan, Iran dan menetap di Iraq. Ia seorang budak yang sudah dimerdekakan (mawali). Aliran ini dimulai di kota Tirmizh (Iran Utara), dan mula-mula dikenal juga dengan aliran Jahmiyah.

Ada satu lagi aliran yang mengkaji mengenai takdir (Qadha & Qadar), aliran ini termasuk aliran Suryaniyah yang merupakan hasil pemikiran Surya Hidayatullah Al Mataromi. Maaf bercanda, ini bukan sebuah aliran atau sebuah mazhab, hanya sebuah hasil perenungan dan pemikiran dari seorang pembelajar yang masih cethek ilmunya. Adapun hasil perenungan dan pemikiran  seorang Surya Hidayatullah Al Mataromi sang pembelajar adalah sebagai berikut.

Sesuai dengan arti kata dari Qadha yaitu, antara lain, Qadha berarti ketetapan. Dan Qadar yang juga memiliki arti (antara lain) sebagai ukuran atau akhir dari segala sesuatu. Maka menurut saya, jauh sebelum Allah menciptakan Alam Semesta termasuk manusia, Allah telah menetapkan dan menulis ketetapan-ketetapan di Lauhul-Mahfuzh berupa aturan atau hukum, dan yang ini sudah pasti (atas kuasa Allah) dan tidak akan berubah. Sementara manusia diciptakan dan dianugrahi kehendak bebas untuk memilih dan melakukan apapun juga, namun manusia tidak akan luput dari hukum/ketetapan yang sudah Allah tulis. Hukum atau ketetapan inilah yang disebut Qadha. Dan jika manusia memilih atau berjalan sesuai dengan salah satu hukum/ketetapan (qadha) maka akan menemukan sesuatu sebagai akhirnya dan apabila hal itu telah terjadi maka itulah yang menjadi takdir (Qadhar)nya.

Jadi Allah tidak ‘mentakdirkan’ kita menjadi miskin atau kaya. Untuk menjadi miskin atau kaya masing-masing sudah ada ketetapan/hukum (qadha)nya sendiri. Jika kita (baik disadari maupun tidak disadari) berjalan di atas ketetapan/hukum (Qadha) yang bermuara pada Miskin, maka tentu sesuai dengan ketetapan tersebut kita akan menjadi orang miskin, inilah takdir kita menjadi miskin.

Untuk lebih jelasnya begini saja. Kita analogikan kasus di sekolah, karena otoritas (kekuasaan) yang dimiliki, sekolah membuat ketentuan-ketentuan (misal) bahwa jika nilai Ujian seorang siswa kurang dari 4.5 maka siswa tersebut tidak lulus (ibaratnya ini adalah Qadha). Nah meskipun sekolah memiliki otoritas (kekuasaan) tetapi sekolah tidak bisa menentukan si A lulus si B tidak lulus, sebelum mereka menempuh ujian dan menggenapi ketentuan yang ada (Qadhanya). Jadi tidak ada takdir si A lulus, si B tidak lulus (sebelumnya). Tetapi begitu si A dan si B mengikuti ujian dan hasilnya si A memperoleh nilai 3 sedang si B memperoleh nilai 8, maka itulah takdirnya si A tidak lulus dan si B lulus. Dalam kasus ini, siapa yang menentukan lulus tidaknya seorang siswa ? benar, sekolah yang menentukan, berdasarkan ketentuan yang telah dibuat sebelumnya. Lalu apakah siswa juga mempunyai ‘kehendak bebas’ untuk memilih lulus atau tidak lulus ? iya siswa yang ingin lulus memang harus belajar (Usaha/Ikhtiar).


Namun ketetapan Allah (Qadha) tidaklah sesederhana aturan atau ketentuan-ketentuan yang sanggup dibuat oleh manusia. Ketetapan (Qadha) Allah sangatlah rumit dengan berbagai kemungkinan yang jumlahnya tak terhingga dan itu berada diluar batas akal kita sebagai manusia. Sehingga kadang kita tidak tahu bagaimana seharusnya jalan yang kita tempuh untuk mencapai takdir seperti yang kita kehendaki. Nah disinilah fungsi do’a, yaitu untuk memohon kepada Allah supaya kita ditunjukkan jalan yang benar, yaitu jalan yang sesuai dengan Qadha-nya untuk mencapai takdir yang kita kehendaki.

Sebagian kecil (kecil sekali) dari Qadha yang telah ditetapkan Allah dapat diketahui oleh manusia. Misal Qadha bahwa benda yang memiliki massa akan jatuh ke bawah (hukum gravitasi) jika di lepaskan (selama berada di dalam atmosfir bumi). Jadi lahir, mati, jodoh dan rejeki telah di atur oleh Allah, tetapi yang di atur adalah Qadha-nya, sedangkan Qadar atau takdirnya nanti akan terwujud sebagai akhir dari Qadha yang telah digenapi. Dan sebagai manusia kita berhak dan memiliki otoritas untuk memilih mana Qadha yang akan kita genapi.


Hasil kompilasi dari berbagai sumber. 
Semoga bermanfaat.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi :  http://cerminrefleksi.blogspot.com/ 





Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.

Artikel Terkait :
  1. Kekuatan Syukur
  2. Arti Kata Syukur
  3. Kenapa Kita Harus Bersyukur (?)
  4. Tingkatan Syukur
  5. Takdir Tuhan Bag. 1
  6. Takdir Tuhan Bag. 3
  7. Takdir Tuhan Bag. 4
  8. Takdir Tuhan Bag. 5
  9. Takdir Tuhan Bag. 6
  10. Apakah QOLBU itu ? Hati, Jantung atau Otak ?  
 

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar