Takdir Tuhan [ bag. 3 ]

Berkenaan dengan tulisan mengenai takdir, ada beberapa pertanyaan yang masuk ke Email maupun Inbox di FB, bahkan ada juga pertanyaan yang sangat pribadi dan minta untuk di reply via Email pula. Insya Allah saya akan mencoba menjawab semua pertanyaan yang masuk satu persatu, sampai batas kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki.

Email yang pertama adalah sebagai berikut, ‘Mohon lebih dijelaskan mengenai konsep Qadha & Qadar versi Suryaniyah, dan mohon di sebutkan dalil-dalil (naqli dan aqli-nya).’

Pertanyaan yang sungguh teramat berat, namun saya akan berusaha untuk menjelaskan kembali apa dan bagaimana Qadha dan Qadar menurut pemahaman saya.


Sebelumnya seperti sudah kita bahas pada tulisan terdahulu, bahwa kata Qadha dan Qadar adalah memiliki satu kesatuan arti. Kata Qadha bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadha, akan tetapi bila dikatakan "Qadha-Qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Analogi dalam bahasa Indonesia yang mirip adalah antara kata ‘keputusan’ dan ‘ketetapan’. Kedua kata tersebut bisa mempunyai makna yang sama sekaligus memiliki makna berbeda tergantung pada konteknya. Sehingga dalam suatu surat keputusan kita temukan kata menetapkan atau bahkan memutuskan menetapkan dipakai bersama-sama. Sebagai contoh misal salah satu Surat Keputusan Presiden RI tentang Komisi Hukum Nasional (KHN), setelah konsideran Menimbang ….. Mengingat…… Memutuskan : menetapkan …dan seterusnya.

Saya kutipkan beberapa pendapat para ulama mengenai definisi Qadha dan Qadar, antara lain sebagai berikut :

Imam az-Zuhri berkata, “Qadha secara etimologi memiliki arti yang banyak. Dan semua pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna kesempurnaan….” (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu Al-Atsir 4/78)

Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berpendapat bahwa qadha adalah hukum kulli (universal) ijmali (secara global) pada zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian kecil dan perincian-perincian hukum tersebut.” (Fathul-Baari 11/477)

Sebagian ulama ada yang membedakaan diantara dua istilah tersebut. Akan tetapi yang lebih dekat tidak ada perbedaan antara Qadha dan Qadar dari sisi artinya. Satu kata menunjukkan arti kata yang lainnya. Karena itu tidak ada dalil dari Kitab ( Al-Qur'an ) maupun Hadits yang membedakan diantara keduanya. Dan sudah ada kesepakatan sebagian besar ulama bahwa boleh menggunakan satu kata untuk kata yang lainnya. Dengan catatan bahwa kata Qadar lebih banyak disebut dan digunakan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, yang menunjukkan keharusan beriman terhadapnya (rukun Iman) ini. Wallahu'alam.

Membahas Qadha dan Qadar tidak terlepas dari konsep penciptaan Alam Semesta (dalam skala yang lebih mikro adalah konsep penciptaan Manusia). Ada beberapa pertanyaan mendasar yang muncul dalam benak saya mengenai konsep penciptaan manusia ini.
  1. Apakah Tuhan menciptakan manusia, memberi nafsu dan akal,dan kemudian melepaskan begitu saja jalan hidup manusia tanpa intervensi sedikitpun dari Tuhan ? artinya segala sesuatu yang diperbuat atau yang menimpa manusia murni karena akal budi manusia sendiri tanpa campur tangan Tuhan ? Pendapat ini di iya kan dan di anut oleh kaum Qadariyah.
  2. Apakah Tuhan menciptakan manusia sekaligus menciptakan kehidupan dan jalan hidup manusia secara keseluruhan ? artinya di sini manusia tidak memiliki otoritas sedikitpun dalam menentukan arah dan tujuan hidupnya. Semua sudah Tuhan tentukan sampai sekecil-kecilnya. Pendapat ini dianut oleh kaum Jabariyah.
  3. Lalu ada pendapat yang mengambil jalan tengah yaitu ada Takdir (kejadian) yang memang sudah menjadi kekuasaan mutlak dari Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh usaha manusia ada pula ‘takdir’ (kejadian) yang berada dibawah kewenangan manusia untuk memilih dengan kehendak bebas meskipun tidak bisa terlepas sama sekali dari Kekuasaan Tuhan. Pendapat ini dianut oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Saya sendiri seperti yang sudah saya tulis terdahulu jika ada beberapa perkara maka saya lebih memilih sebaik-baiknya perkara yaitu yang berada di tengah-tengah. Oleh karena itu saya lebih cenderung meng-Amini pendapat Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Namun saya membaca telah beberapa kitab Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan saya belum mampu menemukan konsep takdir yang ‘mengena’ di hati. Mereka cenderung hanya menyandarkan, bahwa jika suatu kejadian sudah berada di luar batas akal budi manusia adalah Takdir Tuhan. Jadi menurut pemikiran saya yang dangkal ini mereka hanya menjadikan Takdir sebagai suatu ‘Causa Prima’. Mungkin karena kemampuan pemahaman saya terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah, semoga Allah memberikan Ilmu dan pemahaman atas ilmu tersebut kepada saya. Amiiin.

Saya terus berusaha mencari dari berbagai kitab dari berbagai Agama dan juga bahkan dari berbagai buku dari Barat yang sering disebut sebagai kaum sekuler. Dengan keterbatasan yang saya miliki maka saya memahami Takdir dan konsep penciptaan Manusia seperti yang saya tulis terdahulu, yaitu :
  1. Bahwa Tuhan menciptakan manusia (juga Alam Semesta) beserta Takdirnya (Qadha) yang berupa ketetapan atau ketentuan atau aturan-aturan atau hukum yang sangat rumit dengan tak terhingga kemungkinan yang mungkin terjadi.
  2. Manusia diberi Nafsu dan Akal Budi serta diberi kewenangan (kehendak bebas) untuk memilih satu dari Qadha yang tak terhingga kemungkinannya untuk menemukan Takdirnya. Jadi Takdir adalah ujung (akhir) dari Qadha yang dipilih dengan kehendak bebas yang ada pada diri manusia.
  3. Qadha yang berupa hukum atau ketetapan ini bukan hanya terbatas pada hukum yang berlaku di tataran lahiriah saja. Misal jika kita memotong nadi maka darah akan mengalir keluar, dan jika kita membiarkan darah habis mengalir keluar dari tubuh kita maka kita akan mati. Tetapi Qadha ini juga mencakup pada tataran Ruhaniah. Yaitu pada tataran pikiran kita (tapi tidak sebatas itu saja). Jadi apa yang kita pikirkan, atau pikiran apa yang kita pilih maka akan membawa kita kepada Takdir yang berbeda.
  4. Manusia diberi kemampuan untuk memahami Qadha atau hukum Alam Semesta yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Namun sampai saat ini baru sebagian kecil dari Hukum Alam Semesta (Qadha) yang mampu dipahami. Bahkan sampai akhir jaman pun saya yakin manusia tidak akan mampu memahami semua Qadha yang telah di tetapkan Tuhan. Ingat Qadha mempunyai kemungkinan yang tak terhingga atau tak terbatas, sedang jaman akan ada batasnya.
  5. Jadi manusia sebenarnya mempunyai kehendak bebas untuk memilih takdirnya sendiri sesuai dengan Qadha yang manusia genapi. Namun masing-masing Takdir itu telah di ciptakan oleh Allah sebagai suatu akhir dari Qadha yang ada. Artinya kita manusia tidak akan mampu merubah Takdir Tuhan, namun kita mempunyai kewenangan untuk memilih Takdir yang ada dengan jalan menjalani sesuai dengan Qadhanya (menggenapi Qadha) yang berakhir dan akan membawa manusia kepada Takdirnya.
Sebagai analogi dari pemahaman saya atas konsep Takdir dan Penciptaan Manusia adalah sebagai berikut. Ibaratnya kita adalah Robot yang diciptakan Tuhan, tentu saja Robot ini diciptakan bersama dengan Program yang akan menjalankan Robot. Robot ini juga diberi sensor (pada manusia berupa 9 indera, lima indra lahiriah/Panca Indara, dan 4 indra Ruhaniah). Robot ini juga diberi kecerdasan (artificial intelegen). Oleh karena itu Robot ini bisa bergerak bebas dan berbuat apa saja sesuai dengan program yang ada. Yang perlu dipahami yaitu bahwa program yang menyertai penciptaan robot ini memiliki fungsi logika (dalam bahasa pemrograman komputer adalah fungsi ‘If …Then …’ atau ‘While .. do …’) dan fungsi logika ini memiliki kemungkinan yang tak terhingga. Maka dengan sensor dan kecerdasan yang dimiliki serta program dengan tak terhingga kemungkinannya, robot ini mampu bergerak bebas. Dan si Pencipta Robot tidak perlu ikut campur tangan lagi (meskipun sebenarnya seluruh ‘campur tangan’ pencipta Robot itu sudah tertuang di dalam Program yang mernyertai penciptaaun Robot). Jadi Tuhan menciptakan Manusia beserta Qadha-nya (Program atas kehidupan manusia), dalam Program yang menyertai penciptaan tersebut tertulis tak terhingga kemungkinan, sehingga jalan hidup (alur program) mana yg kita jalanin (genapi) akan menemukan Takdir (akhir) nya masing-masing. Demikian lah analogi yang mampu saya haturkan. Jika ada hal-hal yang tidak benar dari pemahaman mengenai Takdir, itu semata karena keterbatasan akal budi dan pikiran saya. Dan perlu sahabat ketahui bahwa saya adalah orang awam yang masih dalam taraf dasar dari proses pembelajaran yang tiada akhirnya.

Insya Allah nanti saya sambung mengenai Dalil-dalil tentang Takdir ini.
Semoga bermanfaat.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi :  http://cerminrefleksi.blogspot.com/ 





Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.

Artikel Terkait :
  1. Kekuatan Syukur
  2. Arti Kata Syukur
  3. Kenapa Kita Harus Bersyukur (?)
  4. Tingkatan Syukur
  5. Takdir Tuhan Bag. 1
  6. Takdir Tuhan Bag. 2
  7. Takdir Tuhan Bag. 4
  8. Takdir Tuhan Bag. 5
  9. Takdir Tuhan Bag. 6
  10. Apakah QOLBU itu ? Hati, Jantung atau Otak ? 
  

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar