Sering kali kita membebani Pikiran kita dengan hal-hal kecil yang sepele, dan setelah kita amati dengan hati bening memang hal itu bukan masalah yang besar. Kita sering membebani diri, terpaku pada hal-hal kecil yang sepele dan bahkan terlalu membesar-besarkannya.
Contohnya, ketika kita sedang berkendaraan di jalan yang padat, tiba-tiba ada mobil nyelonong menyalip kendaraan kita dari sebelah kiri sehingga kita sedikit kaget. So What ? ya kita akan menyikapi peristiwa itu dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita berhak marah atas peristiwa itu (?). Dan kita ‘harus’ menyumpahi orang itu baik sekedar di pikiran atau bahkan terucap lantang di mulut meskipun orang itu telah jauh di depan dan
tidak mendengar sumpah serapah kita. Bahkan sering kita menciptakan dalam pikiran kita pertengkaran imajiner, kita membayangkan menyumpahi orang tersebut bahkan memukul atau melempar mobilnya. Dan lebih parah lagi, kita akan menceritakan peristiwa itu kepada teman atau keluarga, plus cerita tentang pertengkaran imajiner yang kita ciptakan.
Haruskah Marah ? |
Contohnya, ketika kita sedang berkendaraan di jalan yang padat, tiba-tiba ada mobil nyelonong menyalip kendaraan kita dari sebelah kiri sehingga kita sedikit kaget. So What ? ya kita akan menyikapi peristiwa itu dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita berhak marah atas peristiwa itu (?). Dan kita ‘harus’ menyumpahi orang itu baik sekedar di pikiran atau bahkan terucap lantang di mulut meskipun orang itu telah jauh di depan dan
tidak mendengar sumpah serapah kita. Bahkan sering kita menciptakan dalam pikiran kita pertengkaran imajiner, kita membayangkan menyumpahi orang tersebut bahkan memukul atau melempar mobilnya. Dan lebih parah lagi, kita akan menceritakan peristiwa itu kepada teman atau keluarga, plus cerita tentang pertengkaran imajiner yang kita ciptakan.
Hal di atas banyak kita lakukan, kita justru membebani pikiran dan melatih ‘hati’ untuk terbiasa ‘marah-marah’ dan ‘bertengkar’. Mengapa kita tidak membiarkan peristiwa di atas berlalu saja, dan kita lupakan ?. Mengapa pada saat peristiwa itu tejadi kita tidak bersimpati kepada orang yang dengan tergesa-gesa menyalip kita dari sebelah kiri. Ya .. kasihan orang itu, barangkali diburu-buru oleh sesuatu hal yang sangat penting, mungkin istrinya di rumah mau melahirkan, mungkin dia dipanggil bosnya dan takut terlambat karena bosnya galak atau kemungkinan-kemungkinan lain yang kita tidak mengetahuinya. Yang jelas, kenapa kita tidak mencoba bersimpati kepada orang itu ? betapa tidak enak perasaan orang itu yang dihantui sesuatu sehingga dia terburu-buru.
Banyak ‘hal-hal kecil’ serupa yang sering kita alami setiap harinya. Sering kita harus mengantri menunggu giliran, sering kita menerima kritik yang tidak fair, mendapat bagian pekerjaan yang paling banyak dan paling berat, tidak disapa seseorang yang kita kenal, dan masih banyak lagi. yang akan membebani pikiran kita jika kita tidak belajar untuk mengabaikan saja hal sepele itu.
Surya Hidayatullah Al-Mataromi : http://cerminrefleksi.blogspot.com/
Silahkan mengutip dan/atau mempublikasikan sebagian atau seluruh artikel di Blog ini dengan menyebut sumber-nya. terimakasih.
Artikel Terkait :
- Jangan Merencanakan untuk Berbuat Baik
- Biarkan Orang Lain Menikmati Rasa Bangganya.
- Biarkan Diri Kita merasa Bosan.
- Bahagia... oh.... Kebahagiaan....
- Prioritaskan apa yang kita miliki bukan apa yang kita inginkan.
- Percayalah Intuisi Kita.
- Lepaskan Pikiran bahwa "Yang Lebih itu Lebih Baik".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar